Rabu, 30 Desember 2015

makalah islam sebagai din dan tamaddun


selamat pagi sahabat q sekalian, semoga selalu sehat dan lancar dalam menjalankan aktivitas. sahabat semua saya akan berbagi tentang karya saya tentang makalah yang berjudul " islam sebagai din dan tamaddun ".

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

segala puji hanya milik  Allah SWT,shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan  tugas makalah ini, guna memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Studi Islam. Islam sebagai agama yang telah berkembang selama empat belas abad lebih menyimpan banyak masalah yang perlu diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran keagamaan.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan,bimbingan, dan Do’a dari semua pihak sehingga kendala – kendala yang penulis hadapi teratasi. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang                             “ ISLAM SEBAGAI DIN dan TAMADDUN “ semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa dan mahasiswi Universitas Islam Kuantan Singingi (UNIKS). Penulis  sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing penulis meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah penulis di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb




Taluk kuantan, 30 Desember 2015
Penulis,
                                                                                   


Micki Venti Alvisa
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................... 1
Daftar Isi............................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................  3
     1. Latar Belakang............................................................................................................ 3
     2. Rumusan Masalah....................................................................................................... 3
     3. Tujuan......................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................  5
     A. Pengertian Islam ....................................................................................................... 5
             a. islam adalah agama Nuh.a.s ............................................................................... 9
             b. islam adalah agama Nabi Ibrahim a.s ................................................................. 10
             c. islam adalah agama Nabi Yusuf a.s....................................................................   10
             d. islam adalah agama Nabi Musa a.s.....................................................................   11
              e. islam adalah agama Nabi Sulaiman a.s...............................................................  11
              f. islam adalah agama Nabi – nabi Bani Isra’il.......................................................  11
              g. islam adalah agama Nabi Muhammad Saw.......................................................    12
              1. Islam Sebagai Din..............................................................................................  14
              2. Dari Din ke Madinah.........................................................................................  17
              3. Islam Sebagai Tamaddun...................................................................................  18
          B. Karakteristik Umum..............................................................................................  20
            1. Karakteristik Umum............................................................................................ 20   
            2. Karakteristik Khusus...........................................................................................  20
               a. Bidang Aqidah.................................................................................................  20
               b. Bidang Ibadah dan Mu’amalah........................................................................  21
               c. Bidang Akhlak.................................................................................................. 22
BAB III PENUTUP............................................................................................................  23
     A. Kesimpulan................................................................................................................ 23
     B. Kritik dan Saran......................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................  24

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
      Pada zaman sekarang ini zaman yang sudah sangat jauh dari zamannya para Nabi dan pengikut-pengikutnya, zaman dimana teknologi sudah diagung-agungkan, ilmu pengetahuan yang berkembang dengan pesat dan berorentasi kualitas.Islam datang dengan berbagai petunjuk yang ada didalamnya tentang bagaimana seharusnya manusia bersikap dan menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna. Dengan ditempatkannya manusia pada posisi yang tinggi yaitu tidak hanya sebagai hamba Allah tetapi juga sebagai khalifah yang mengatur dan mengelola bumi beserta isinya, dan semua itu telah disiapkan dalam ajaran Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. Dan dalam memahami Islam bagi mereka yang baru mempelajari Islam atau baru saja akan mempelajari Islam, terdapat kebingungan tentang istilah-istilah yang ada dalam Islam Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang membuat orang tambah bingung dan jika bingungnya tidak terjawab karena mungkin malu untuk bertanya, di khawatirkan orang tersebut akan justru menjauhi Islam atau yang lebih parahnya lagi malah meninggalkan Islam.
Oleh karena itu saya mencoba menjelaskan beberapa istilah-istilah yang ada pada saat mempelajari Islam agar tidak terjadi kesalahpahaman atau ketidaktahuan nantinya. Diantaranya yaitu saya akan mencoba menjelaskan dan menjabarkan perbedaan definisi tentang istilah-istilah islam yang bersumber dari beberapa referensi dan dari pengetahuan yang telah saya dapatkan yang tentunya sangat terbatas. Untuk itu kami memohon partisipasi dari para pembaca jika ada kesalahan atau kekurangan dari tulisan saya.


B.     Rumusan masalah
1.      Apa yang dimaksud Islam ?
2.      Apakah yang dimaksud dengan islam sebagai din itu ?
3.      Mengapa penamaan din sebagai islam ?
4.      Mengapa islam sebagai tamaddun ?
5.      Apa saja Karakteristik islam itu?


C.     Tujuan
1.      Menambah nilai dan memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Studi Islam.
2.      Mengetahui bagaimana Islam Sebagai Din dan Tamaddun.
3.      Mengkaji apa – apa pengertian islam.
4.      Mengetahui apa saja yang termasuk karakteristik islam.




























BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Islam
Din al-islam, sering diterjemahkan sebagai “ agama islam” menejemahkan “din” dengan “agama” sebenarnya kurang tepat jika tidak dikatakan salah, mengingat bahwa secara historis istilah “agama” melekat pada ajaran Hindu dan Buddha. Sehingga makna yang terkandung dalam istilah “agama” mencakup ajaran ajaran yang ada dalam Hindu dan Buddha. Sebenarnya tidak ada kata atau istilah dalam bahasa indonesia yang mencakup makna dalam istilah “din”. Akan tetapi sebagai sebuah istilah teknis, maka penerjemahan din dengan agama, tidak seluruhnya salah, mengingat bahwa sebelum masyarakat nusantara mengenal istilah din al-islam, mereka telah lebih dahulu mengenal Hindu dan Buddha sebagai sebuah agama. Jadi, ketika ada ajaran ritual baru (din al-islam ) yang dikenalkan kepada mereka, maka mereka menyebutnya sebagai agama.
Lazimnya, setiap agama diberi nama sesudah berlalu masa orang yang mengembangkannya. Nama agama-agam biasanya dinisbahkan kepada nama pendiri agama tersebut, atau kepada suku-suku bangsa tempat agama tersebut lahir. Misalnya, Agama Buddha dinisbatkan kepada nama pendirinya Sidharta Buddha Gautama. Buddha adalah gelar bagi Sidharta yang dianggap mendapat penerangan. Zoroaster kepada Zarahustra, Kong Hu Chu kepada Kong Fu Tse. Yahudi ( Judaisme ) dinisbahkan kepada nama kaum yang menganut ajaran nabi Musa a.s.,yaitu Yuda ( Jews). Agama Hindu dinisbahkan kepada tempat berkembangnya ajaran dan adat dalam adat tersebut, yakni India ( Hindustan ). Agam Kristen dinisbahkan kepada pengajarnya atau yang dipujanya yakni “Jesus Crist”. Orang islam menyebutnya dengan Nasrani dinisbahkan kepada tempat kelahiran Nabi Isa a.s. yaitu Nazareth (Jesus of Nazareth) (Nasrudin Rajak,1985).
Tidak seperti agama – agama tersebut diatas, Islam adalah agama yang namanya diambil dari hakikat atau substanti ajaran yang terkandung didalamnya. Jika gama – agam yang lain namanya baru ada setelah pembawa ajarannya telah tiada, maka nama “Islam” sudah ada sejak awal kelahirannya. Uniknya, Allah sendiri yang memberikan nama risalah yang dibawakan oleh Nabi Muhammad Saw. Tersebut Banyak ayat Al-Qur’an yang menyebutkan hal tersebut. Seperti ( QS Ali ‘Imran’ [3]: 19, QS Ali ‘Imran’[3]: 65, QS Al-Maidah [5] :3)

Sesungguhnya agama (yang diridhai ) disisi Allah hanyalah islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) diantara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.( QS Ali-‘imran [3]:19 )

Hai ahli kitab, Mengapa kamu bantah membantah tentang hal ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak berpikir.
 (QS Ali Imran [3]: 65 )
.... Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa senagaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Ali ‘Imran [5]: 3)

Oleh karena itu penyebutan orang-orang Barat terhadap Islam sebagai Moehamedanism dan Moehamadan, bukan saja tidak tepat tetapi salah secara prinsipil (Nasrudin Razak, 1985:55). Istilah ini mengandung arti Islam adalah paham Muhammad atau pemujaan terhadap Muhammad, Sebagaimana perkataan Kristen dan Kekristenan yang mengandung arti pemujaan terhadap Kristus.
Nama Islam memiliki perbedaan yang luar biasa dengan nama agama lainnya. Kata Islam tidak memiliki hubungan dengan orang tertentu atau, golongan manusia tertentu, atau suatu negeri tertentu.
Secara generik kata Islam berasal dari Bahasa Arab terambil dari kata “Salima” yang berarti selamat sentosa. Dari kata ini dibentuk kata “aslama” yang berarti “menyerah, tunduk, patuh , dan taat”. Kata “aslama” yang berarti “menjadi pokok kata Islam, mengandung segala arti yang terkandung dalam arti pokoknya, sebab itu orang yang melakukan “aslama” atau masuk Islam dinamakan Muslim. Berarti orang itu telah menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah Swt. Dengan melakukan aslama maka terjamin keselamatannya di dunia dan di akhirat.
Selanjutnya dari kata “salima” juga terbentuk kata “silmun” dan “salamun” yang berarti damai. Maka Islam dipahami sebagai ajaran yang cinta damai. Karenanya seorang yang menyatakan dirinya Muslim adalah harus damai dengan Allah dan dengan sesama manusia (Muhammad Ali, 1980).
Meskipun Islam secara bahasa adalah aktivitas penyerahan diri kepada Tuhan, tetapi Islam disini juga adalah nama agama. Maka pada Din al-islam inilah terdapat titik pertemuan antara musamma (hakikat) penyerahan diri, dan ism (nama) yang diberikan. Oleh karena itu, Allah Swt. Berfirman “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam”  (QS Ali Imran[3]:19). Inilah keistimewaan islam, karena nama agamanya diberikan langsung oleh Tuhan yang menurunkannya. Seorang ulama indonesia, yang dikenal sebagai Habib Adnan, dan yang dianggap paling toleran sekalipun dikalangan masyarakat Bali, tetap menyatakan bahwa Islam adalah agam yang paling Istimewa dari sudut penamaanya. Beliau menyatakan:
“Satu-satunya agama yang tidak menggunakan nama sesuai dengan nama penganjurnya atau nama tempat agama itu diturunkan hanyalah islam. Agama Hindu yang diberi nama Hindu karena ia turun di tanah Hidustan. Kristen adalah nama agama yang disesuaikan dengan penganjurnya, Jesus Kristus. Agama yahudi diberi nama demikian karena diturunkan kepada bangsa yahudi. Buddha mengikuti nama penganjurnya. Begitu seterusnya. Hanya Islam yang tidak bernama agama Muhammad, Agama Arabi, atau Agama Quraisyi. Dari nama itu saja kita dapat pehamahaman yang sangat kuat bahwa memang tidak diturunkan hanya untuk sekelompok masyarakat Islam diturunkan untuk semua umat manusia” (HS Habib Adnan,2005:24).
Hikmah penamaan Islam itu pula, karena bentuk dan cara penyerahan yang diatur oleh agama ini bersesuaian dan bertepatan denagn hakikat tauhid yang sebenarnya, yaitu yang hanya bisa diambil dari wahyu, bukan dari tradisi kesuku-bangsaan atau kebudayaan tertentu, ataupun dari percampuran antara tradisi kesuku-bangsaan dan kebudayaan tertentu di suatu sisi dengan kitab sucinya di sisi yang lain, atau bukan pula hasil dari spekulasi filsafat dan bantuan penemuan ilmu pengetahuan. Cara penyerahan yang benar dan sesuai dengan tauhid inilah yang menjadi hikmah kepada penamaan Islam itu sendiri. Beliau menyatakan:
“the test of true affirmation of the Unity of God,then,is the form of sumbission to that    God. It is only because the form of submission enacted by the regilion that affirms the Unity of God is true to the verification of such affirmation tahat that particular regilion is called Islam. Islam, then, is not merely a verbal noun signifying ‘submission’; it also the name of a partuclar regilion descriptive of true submissin, as the definition of religion: submission to God” (Al-Attas, 1985: 12).
Uraian di atas sekaligus menolak paham ‘transcendent unity of regilions’ yang menyatakan bahwa semua agama pada hakikatnya adalah sama-sama bertemu dan bersatu pada level ‘transcendence’ yaitu level Keesaan Tuhan, atau dalam istilah Islamnya, pada leveltauhid. Menurut mereka, yang membedakan agama-agama hanyalah bentuk dan cara penyerahan diri kepada Tuhan, sedangkan hakikatnya semua agama itu berserah diri kepada Tuhan. Jadi menurut mereka lagi,semua agama itu hakikatnya Islam ( berserah diri;submission;surrender to God ), Cuma caranya saja yang berbeda.
Bagi kita yang menolak paham tersebut beragumentasi, justru bukti tauhid yang sebenarnya itu adalah termasuk cara berserah diri kepada Tuhan yang murni dari wahyu, bukan dari tradisi yang dibuat-buat dan dicampur-baur dengan kebudayaan tertentu. Caralah yang turut menunjukkan hakikat. Dengan kata lain, cara penyerahan diri pada Tuhan itu juga menunjukkan ‘penyerahan diri’ tetapi ia juga nama agama tertentu yang menunjukkan penyerahan diri yang sebenarnya , dan sekaligus definisi agama itu sendiri , yaitu penyerahan diri pada Tuhan. Semuanya itu serasi dalam perkataan “Islam”.
Dalam perjalanan sejarah ada dua bentuk agama sebelum bentuk agama yang dibawa Nabi Muhammad Saw., yang kedua –duanya merujuk kepada bntuk Nabi Ibrahim . kedua bentuk agama itu diberi nama oleh orang-orang di luar mereka sebagai Yahudi (Judaism) dan kristen (Christianity). Pemeluknya disebut sebagai orang Yahudi (Jew) dan orang Kristen (Christian) masing- masing nya. Al-Qur’an yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw . mempertanyakan klaim bahwa Nabi Ibrahim a.s dan keturunannya itu sebagai penganut agama Yahudi dan agama Kristen:
Ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan nasrani) mengatakan bahwa Nabi Ibrahim,Ismail,Ishaq dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani? (QS Al-Baqarah [2]: 140).
Bahkan pada ayat lain Al-Qur’an menegaskan bahwa Nabi ibrahim bukanlah seorang Yahudi atau seorang Kristen seperti yang mereka dakwa.
Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani,akan tetapi dia adalah seorang yang lurus (hanif) lagi berserah diri (Muslim) (kepada Allah).
(QS Ali’Imran [3]:67).
Oleh sebab itu, ketika orang-orang Yahudi dan Nasrani mengajak kepada agama mereka, Nabi Muhammad Saw. Diperintahkan untuk menolak ajakan itu sambil menyatakan bahwa yang sepatutnya adalah mengikuti millah Ibrahim.
Dan mereka berkata: ‘Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk’. Katakanlah (wahai Muhammad):’Tidak, bahkan (kami mengikuti) bentuk agama Ibrahim yang lurus.(QS Al-Baqarah [2]: 135).
Dan siapakah yang paling betul ikutannya terhadap millah Ibrahim ini diantara dua bentuk agama yang terdahulu? Jawabannya adalah bukan diantara keduanya, melainkan orang-orang yang benar-benar mengikutinya dan dalam hal ini sudah tentu Nabi Muhammad Saw.
Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini ( Muhammad) serta orang-orang yang beriman ( kepada Muhammad), dan Allah adalah pelindung kepada semua orang-orang yang beriman. (QS Ali Imran [3]:68).
Dengan ayat diatas bahwa apa yang diikuti dan sekaligus dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Adalah millah atau bentuk agama Nabi Ibrahim a.s. inilah yang disebut sebagai Dinul Qayyim seperti pada ayat:
Katakanlah (wahai Muhammad):’Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar (din qiyam/qayyim); millah Ibrahim yang lurus; dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik. (QS Al-An’am [6]: 161).
Maka perspektif tauhidi Islami, kesatuan substansi dasar semua wahyu itu sendiri, sesuai dengan yang ditegaskan dalam Al-Qur’an:
Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim,Musa dan Isa Yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.” (QS Asy-Syura [42]: 13).
Teks suci ini secara kategoris menegaskan kesatuan wahyu seperti dijelaskan di atas yang berujung pada kesatuan substansi dan kesatuan agama yang diturunkan,yaitu islam,yang Ibnu Taymiyah dalam bukunya Al-Jawab Al-Sahih liman Baddala Din al-Masah disebut sebagai Al-Islam Al-Amm (Islam Universal). (Ibnu Taymiyah,1414 H :341). Oleh karena itulah, kenapa hanya agama ini saja yang sejatinya mendapat pengakuan sebagai satu-satunya agama yang haqq disisi Allah Swt. Sebagaimana yang ditegaskan dalam ayat-ayat berikut.
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah adalah Islam).” (QS-Ali Imran [3]: 19).

Barangsiapa mencari agama selain agama islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama ini) dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS Ali ‘Imran [3]: 85).
Maka, islam adalah merupakan agama semua Nabi dan Rasul beserta pengikut-pengikut mereka. Lebih jelas dan detailnya bisa disebutkan berikut ini:


a.              Islam adalah agama Nuh a.s. seperti dijelaskan ayat:
Dan bacakanlah kepada mereka berita penting tentang Nuh di waktu dia berkata kepada kaumnya :”Hai kaumku, jika terasa berat bagimu tinggal (bersamaku) dan peringatanku(kepadamu) dengan ayat-ayat Allah, maka kepada Allahlah aku bertawakal,karena itu bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku). Kemudian janganlah kepiutusanmu itu dirahasiakan, lalu lakukanlah terhadap diriku dan janganlah kamu menangguh-kannya. Jika kamu berpaling (dari peringatanku) aku tidak meminta upah sedikit pun daripadamu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka dan aku disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (Muslim). (QS Yunus [10]:71-72)

b.             Islam adalah agama Nabi Ibrahim a.s dan anak cucunya (Isma’il,Ishaq,Ya’qub) seperti dijelaskan ayat:
Ya tuhan kami,jadikalah kami  berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau (Muslim) dan jadikalah di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau (Muslim). (QS Al-Baqarah [2]: 128)

Dan dalam ayat lain:
Ketika Tuhannya berfirman kepadanya : “Tunduk patuhlah (berislamlah)” Ibrahim menjawab: “Aku tunduk patuh (ber-islam) kepada Tuhan semesta alam”. Dan ibrahim telah mewasiatkan ucapan ini kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. Ibrahimberkata:’Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu,maka jangnlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama islam,”adakah kamu hadir ketika Ya’rub kedatangan (tanda-tanda maut), ketika ia berkata kepada anak-anaknya : “Kami akan mneyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu,Ibrahim,Ismail, dan Ishaq,(yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh keapada-Nya (Muslim). (QS Al-Baqarah [2]: 131-133)

Dan dalam ayat yang lain:
Yang artinya:
Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus dan Muslim dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.”(QS Ali’Imran [3]:67)
c.              Islam adalah agama Nabi Yusuf a.s. seperti dijelaskan ayat:]
Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah meng-anugerahkan kepadaku sebagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian ta’bir mimpi. Ya Tuhan Pencipta langit dan bumi. Engakaulah pelidungku di dunia dan akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.”(QS Yusuf [12]: 101).

d.             Islam agama Nabi Musa a.s. dan kaumnya seperti dijelaskan ayat:
Berkata Musa: “Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertakwakallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar Muslim.(QS Yunus [101]:84)

Dan dalam ayat lain yang mengisahkan doa para tukang sihir (penentang Nabi Musa a.s) yang telah bertobat:
Ya tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan Muslim. (QS Al-A’raf [7]: 126).

e.              Islam adalah agama Nabi Sulaiman a.s. dan kaumnya seperti dijelaskan ayat berikut yang mengisahkan Bilqis,Ratu Saba’;

Tuhanku sesungguhnya aku telah berbuat aniaya terhadapa diriku. Dan aku berserah diri      (Muslim) bersama Sulaiman kepada Allah Tuhan semesta alam. (QS An-Naml [27]:44)


f.              Islam adalah agama Nabi-nabi Bani Isra’il seperti dijelaskan ayat:
Sesungguhnya kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalmnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh Nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah (Muslim).
(QS Al-Maidah [5]: 44)

Dan dalam ayat lain:
Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani Israil) berkatalah dia: “Siapakah yang akan menjadi penolong untuk menegakkan agama Allah? “ Para hawariyyin ( sahabat setia ) menjawab: “Kamilah penolong-penolong agama Allah. Kami beriman kepada Allah dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang Muslim.
(QS Ali’Imran [3]: 52)

Dan dalam ayat lain:
Dan (ingatlah) ketika aku ilhamkan kepada pengikut Isa yang setia: “Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada Rasul-ku!”mereka menjawab: “Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai Rasul) bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang Muslim.”(QS Al-Maidah [5]: 11)

g.             Islam adalah agama Nabi Muhammad Saw. Seperti dijelaskan ayat:
Katakanlah (wahai Muhammad): sesungguhnya aku diperintahkan supaya menjadi orang yang pertama sekali menyerah diri kepada Allah (ber-Islam), dan (aku diperintahkan dengan firmanNya): Jangan sekali-kali engkau menjadi dari golongan orang-orang musyrik. (QS Al-An’am [6]: 14)

Dan dalam ayat lain:
Katakalah (wahai Muhammad):sesungguhnya sembahyangku dan ibadahku,hidupku dan matiku hanyalah untuk allah Tuhan seru sekalian alam. Tiada sekutu bagi-Nya, dan dengan yang demikian saja aku diperintahkan dan aku adalah orang yang pertama kali berislam.”(QS Al-An’am [6]: 162 -163)

Jadi jelas sekali, ayat-ayat diatas dan hadis tersebut diatas secara eksplisit menegaskan kesatuan agama semua Nabi dan Rasul. Dalam mendeskripsikan agama Nabi dan Rasul,Al-Qur’an menggunakan kata-kata atau istilah redaksional yang baku dan sama yang sangat tidak memungkinkan adanya tafsir yang berbeda.semuanya standar dan tidak ada yang membedakan antara Nabi yang satu dengan yang lain, atau umat Nabi yang satu dengan umat Nabi yang lain. Kata perintah berislam kepada Nabi Muhammad Saw pun menggunakan redaksi yang sama dengan Nabi-nabi terdahulu.Tidak ada indikasi Islam dengan “I” sebagai agama yang terlembagakan (institutionalized regilion) atau “i” sebagai sikap spritual pribadi (private spritual attitude) sebagaimana yang coba diperkenalkan oleh W.C Smith dalam bukunya the meaning and End of Regilion (wilffred C,1978:Bab 3).
Kemudian kesatuan substansi wahyu samawi tersebut semakin menjadi gamblang dan terang-terangan manakala kita mengikuti alur nalar Qur’ani lebih lanjut yang menegaskan bahwa mendustakan atau mengingkari seorang Nabi atau Rasul saja berarti sama dengan mendustakan atau mengingkari seluruh utusan Allah. Allah Swt, berfirman:

Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.
                                                                                                   (QS As-Syu’ara’ [26]: 108)
Kaum ‘Ad telah mendustakan para Rasul.
                                                                                                   (QS As-Syu’ara’ [26]: 123)
Kaum thamud telah mendustakan para Rasul.
                                                                                                   (QS As-Syu’ara’ [26]: 141)
Kaum Lut telah mendustakan para Rasul.
                                                                                                   (QS As-Syu’ara’ [26]: 160)
Penduduk Aikah (Madyan) telah mendustakan Rasul-rasul.
                                                                                                    (QS As-Syu’ara’ [26]: 176)

Ayat-ayat diatas secara eksplisit dan kategoris menyatakan bahwa kaum-kaum para nabi terdahulu dianggap telah mendustakan semua Nabi dan Raul secara keseluruhan,padahal sebagaimana diketahui bersama bahwa kenyataannya yang diutus kepada mereka hanyalah seorang Nabi dan Rasul saja. Kepada kaumnya Nabi Nuh hanya diutus sebagai Nabi saja, dan yang mereka dustakan pun hanya seorang Nabi saja, yaitu Nabi Nuh a.s. begitu juga kepada kaum Thamud,kaum Lut,dan penduduk Madyan; kepada mreka masing-masing hanya diutus seorang Nabi saja, dan yang mereka dustakanpun hanya seorang Nabi saja,yakni Nabi Hud,Salih,Lut,dan Shu’ayb.mereka mengatakan telah mendustakan semua Rasul karena semua Rasul dan Nabi membawa pesan langit yang sama,agama yang sama dan dari sumber yang sma.oleh karena itu Al-Qur’an memandang sikap yang tidak membeda-bedakan para Nabi dan Rasul,antara satu dan lainnya.
Substansi wahyu samawi yang dikomunikasikan kepada manusia lewat para Nabi dan Rasul sepanjang sejarah,yang oleh Ibnu Taimiyah disebut Al-Islam al-‘Amm (Islam Universal) tadi, pada dasarnya menurut perspektif tauhidi adalah “agama fitrah”, regilionaturalis,atau Ur-Regilion itu sendiri. Dengan adanya konsep “agama fitrah” ini,berarti Islam meletakkan landasan universal yang lebih kuat dan luas bagi humanisme yang sebenarnya yang memungkinkan untuk mengakomodasi seluruh manusia, dengan berbagai latar belakang keagamaan dan keyakinannya,sebagai saudara dibawah payung kemanusian; sebagaimana memungkinkan untuk menarik garis demarkasi yang tegas antara “agama alami” yang dimiliki setiap manusia sejak kelahirannya,di satu pihak, dengan agama-agama historis yang berevolusi dari “agama alami” tersebut akibat faktor-faktor kesejarahan atau lingkungan,dipihak lain.
Lalu,Islam menamkan “agama fitrah” ini dengan nama agama Islam itu sendiri. Hal ini didasarkan pada ayat:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah, itulah agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
                                                                                                            (QS Ar-Rum [30]: 30)
Dalam ayat ini Allah Swt. Memerintahkan Nabi Muhammad Saw. Untuk menghadapkan wajahnya dengan tegap tegap dan lurus (hanif) kepada agama yang lurus, yang tiada lain adalah Islam. Oleh karenanya agama ini disebut juga dengan “hanifisme” (al-hanifiyyah), yakni agama yang lurus, lempeng, dan jauh dari kebatilan dan kesesatan, sebagaimana dalam hadis Rasullah Saw.
“Agama yang paling dicintai Allah adalah Hanifiyah (agama yang lurus) yang lapang.” (Hr Bukhari)
Dan memanggil pengikut agama ini sebagai “hunafa” (bentuk jamak dari hanif : orang yang berpaling dari kesatan), dalam pealaran bahwa mereka pernah menerima wahyu dari Allah yang mengukuhkan fitrah mereka dan sesuai dengan “agama alami” mereka.
Maka atas dasar penalaran ini, Islam adalah agama parexcellence yang oleh Allah Swt. Dimaksudkan sebagai kalimatun Saw.a’ (kalimat yang sama atau penyelaras) antara semua manusia, karena mereka semua pada suatu ketika pernah menjadi umat seorang Nabi atau Rasul yang diutus oleh Tuhan yang sama. Oleh karena itu, kita diperintahkan (mengikuti perintah yang diterima oleh Rasulullah Saw.) untuk mengajak mereka kepada kalimatun Saw.a’ setiap mereka keluar atau melenceng darinya,Allah Swt berfirman:
Katakanlah:”Hai ahli kitab, marilah berpegang kepada suatu kalimat (ketetapan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu apapun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka:”Saksikanlah, bahwa kami dalah orang-orang yang berserah diri kepada Allah.
                                                                                                   (QS Ali’Imran [3]: 64)
Dari uraian kesatuan wahyu samawi diatas disimpulkan secara meyakinkan bahwa agama samawiadalah tunggal. Dengan demikian, istilah “agama-agama samawi” atau “al-adyan al-samawiyah” atau “revealed regilions” yang sering beredar secara luas mutlak perlu ditinjau ulang, kecuali jika dimaksudkan adalah shari’ah-shari’ah samawiyah (syariat-syariat samawi).

1.      Islam Sebagai Din
Istilah Din biasa diterjemahkan sebagai agama. Secraa etimologi kata Din itu sendiri bermakna keberuntungan, susunan kekuasaan, struktur hukum, dan kecenderunganyang adil (Al-Attas, 1995: 43-44) menarik di sini adalah istilah ‘din’ dihubungkan dengan perkataan ‘dayn’ yang berarti utang. Secara etimologi memang perkataan din dan dayn berasal dari akar perkataan Arab yang sama, yaitu dal,alif,nun. Maknanya, bahwa manusia sebenarnya berutang kepada Tuhan, yang menciptakannya dan yang memberinya rezeki, serta yang telah mewujudkannya dan memelihara eksitensinya. Bahkan utang manusia terhadap Tuhan bersifat total dan menyeluruhg. Karena utang tersebut berupa utang penciptaan dan eksistensi (debt of creation and existence); utang dari ketiadaan kepada ada,dan juga utang pemeliharaan atas keberadaan (debt of maintenance), sehingga manusia bisa ada di alam ini.
Dengan utang yang sangat besar ini,maka manusia tidak akan pernah bisa membayarnya, kecuali jika dikembaliakn lagi kepada yang punya. Itu pun belum tentu terbayar seluruhnya. Meskipun demikian, pengembalian diri inilah jalan yang terdekat untuk melunasi utang yang amat besar itu. Dengan kata lain, untuk membayar utang ini manusia harus benar-benar mengembalikan dan memulangkan dirinya kepada pemiliknya. Proses pengembalian dan pemulangan (return) inilahyang terkait dengan konsep ‘din’yang biasanya diterjemahkan sebagai agama. Al-attas menyatakan bahwa salah satu arti ‘din’ yang biasanya diterjemahkan sebagai agama. Al-attas menyatakan bahwa salah satu arti ‘din’ yang mendasar adalah ‘hujan yang selalu kembali yang juga diibaratkan Allah Swt. Dalam Al-Qur’an surah At-Tariq [86]: 11) sebagai al-raj’i:
Demi langit yang mengandung hujan. (QS At-Tariq [86]: 11)

Pada ayat ini perkataan al-raj’i secara harfiah bermakna ‘kembali’. Konsep ‘din’ dalam pengertian pengembalian diri kepada Pemiliknya merupakan satu-satunya jalan supaya manusia bisa membayar utangnya (dayn) kepada Tuhan. Seperti juga hujan yang senantiasa kembali ke bumi dan membawa kehidupan dan kesuburan kepada bumi yang tandus dan mati, maka begitu juga din membawa kehidupan  dan keuntungan kepada manusia dengan cara kembali kepenciptanya.
Secara ontologis, apabila manusia berutang pada Tuhan, maka posisi manusia adalah dipihak yang rugi, seperti dinyatakan dalam Al-Qur’an ;
Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian. (QS Al-Asr [103]: 2)

Proses pengembalian diri bukan saja sebagai cara menutup kerugian, tetapi juga sebagai jalan untuk mencapai keuntungan dan kejayaan yang besar. Sambil mengutip  (QS Al-baqarah [2]: 235) “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman (qardhan) yang lain,maka Allah akan melipatgandakan pembayaran keapadanya dengan lipat ganda yang banyak”. Dengan mengembalikan diri kepada Tuhan, yaitu dengan cara mematuhi perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya, manusia yang asalnya adalah rugi akan mendapat balasan yang berlipat kali ganda yang bukan saja bisa menutupi kerugiannya bahkan akan memperoleh keuntungan yang besar juga dari eksistensinya.
Berdasarkan uraian di atas, maka salah satu makna din atau agama yang paling mendasar adalah jalan pengembalian diri kepada Tuhan. Oleh karena itu, walaupun kita menggunakan istilah’agama’dalam bahasa sehari-hari,yang bisa jadi mempunyai banyak pengertian, seperti a=tidak,dan gam=pergi, (Harun Nasution,1985:),  a=tidak , gama=kacau, (Anshari,1986:123) ataupun ada yang mengatakan berasal dari kata iqamah (igama,), sudah tentu konsep din sebagai jalan pengembalian diri kepada Tuhan memiliki pengertian yang lebih tepat dalam memberikan arti agama itu sendiri. Berangkat dari pengertian din sebagai jalan pengembalian diri kepada Tuha, ada satu lagi kaitan yang erat antara konsep ‘pengembalian diri’ ini dengan ‘penyerahan diri’ sepenuhnya kepada Tuhan yang menciptakan kita. ‘penyerahan diri’ ini dari segi bahasa Arab disebut sebagai ‘aslama’, seperti pada ayat:
Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nyalah menyerahkan diri segala apa yang dilangit dan dibumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan. (QS Ali ‘Imran [3]: 83)
Kaitan konsep din dan aslama akan tampak lebih dekat ketika Allah Swt,menyatakan bahwa:
Siapakah yang lebih baik agamanya (din) dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya (aslama) kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti bentuk agama (millah) Ibrahim yang lurus. “(QS An-Nisa [4]: 125).
Jadi berdasarkan ayat ini orang yang paling baik din-nya, atau jalan kembalinya, adalah orang yang menyerahkan (aslama), wajahnya atau dirinya sepenuhnya kepada Allah yang menciptakan-nya.
Menurut Al-Attas, walaupun ada kaitannya, makana din berbeda dengan makana millah. Din adalah esensi (essence) dari agama itu sendiri, yaitu hakikat pengembalian diri kepada Tuhan. Sedangkan millah adalah bentuk (form) dari agama, yaitu cara pengembalian diri kepada Tuhan.Rasullah Saw mendapat wahyu dari Allah untuk mengikuti millah Ibrahim,seperti pada ayat:
Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): ‘ikutilah (bentuk) agam ibrahim seorang yang hanif’, dan bukanlah ia termasuk oramg-orang yang mempersekutukan Tuhan.
                                                                                                   (QS An-Nahl [16]: 123)
Jadi dengan kata lain segala cara pengajaran Rasullah Saw. Kepada umatnya dalam konteks kembali kepada Tuhan, tidak lain adalah gambaran bentuk agama atau millah Ibrahim itu sendiri (Ugi Suharto,2007).

2.      Dari Din ke Madinah
Penamaan din sebagai Islam dan sebaliknya penamaan Islam dan sebaliknya penamaan Islam sebagai din yang begitu teliti turut membawa pengaruh kepada konsep din yang biasanya diartikan sempit sebagai institusi agama. Sejarah membuktikan bahwa bagi agama-agama selain Islam, dan khususnya dalam sejarah peradaban Barat, din tetap menduduki ruang sempit pada salah satu aspek dalam kehidupan manusia, tanpa harus mempengaruhi aspek kehidupan yang lain. Maka terjadilah pemisahan yang ketara antara ruang agama dan ruang publik, antara gereja dan politik, antara kehidupan spritual dan sekuler, antara kota Tuhan dan kota dunia dan seterusnya.
Dalam sejarah agama Kristen misalnya, St.Augustine (354-430) dengan karyanya De Civitate Dei City of God telah meletakkan dasar yang nantinya mengakibatkan terjadinya konflik panjang antara gereja dan negara yang mewarnai peradaban Barat berabad-abad lamanya hingga kini. Tempat Din, agama dan keselamatan hanya ada dalam Kota Tuhan, bukan dalam kehidupan, khususnya di zaman modern ini, sebagian sarjana Kristen mencari justifikasi bahwa hidup dan kota Dunia ini tidak ada salahnya dan tidak bertentangan dengan ajaran Kristen, bahkan bibit-bibit sekularisasi itu sudah ada dalam ajaran Bible itu sendiri. Harvey Cox, seorang sarjana Kristen, kemudian menulis buku yang sangat berpengaruh di Amerika pada tahun 1965 dengan judul The Secular City. Tarik menarik antara agama dan negara masih mewarnai kehidupan sosial pada hari ini.
Berbeda dengan sejarah Islam, Nabi Muhammad Saw yang membawa Din al-Islam adalah seorang yang berhasil mengharmonikan antara kehidupan beragama dan bernegara. Apabila beliau berhijrah dari Makkah kekota yang bernama Yatsrib pada tahun 622 M, kota ini kemudian bertukar nama menjadi Madinah. Maknanya, ketika din Allah yang bernama Islam itu telah disempurnakan dan dilaksanakan di suatu tempat, maka tempat itu diberi nama Madinah. Dari akar kata din dan Madinah ini lalu dibentuk akar kata baru madana, yang berarti membangun, mendirikan kota, memajukan, memurnikan, dan memartabatkan. (Ibnu Mansur, 1988:402)
Dari sinilah kemudian, madinah dari segi bahasa bermakna kota atau city, tetapi madinah juga adalah tempat yang subur bagi melaksanakan din itu sendiri. Disinilah kaitan antara din dan madinah, yang juga mempunyai akar kata yang sama; dal, alif, dan nun. Dari Madinah, Islam mulai memancarkan sinarnya keseluruh semenanjung Arab,sehingga sebelum Rasullah Saw. Wafat pada tahun 632 M, beliau telah berhasil menyatukan seluruh jazirah Arab di bawah satu pimpinan. Kepemimpinan Rasullah Saw. Ini bukan hanya terhadap orang-orang yang beragama islam, tetapi juga terhadap mereka yang beragama Yahudi, Kristen, dan Majusi pada waktu itu. Nabi Muhammad Saw telah mengangkat din yang selama ini berada di ruang sempit kepada ruang publik madinah yang terbentang luas. Di bawah risalah Rasullah Saw. Islam adalah kehidupan agama dan kehidupan kota yang tak terpisahkan.
Tidak heran apabila Michael H.Hart dalam karyanya The 100- A Ranking of the Most influential Persons in History, meletakkan Nabi Muhammad Saw. Pada rangking pertama orang yang paling berpengaruh dalam sejarah sejarah dunia karena kepemimpinannya dalam membangun agama dan dunia yang sekaligus menggambarkan sifat dan hakikat Islam itu sendiri. “He was the only man in history who was supremely successful on both the religios and secular levels” ...... “ It is this unparalled combination of secular and regilious influential single fgure in human history” (Michael H. Hart, 1992: 33) begitu kata Hart. Apa yang selama ini dianggap terpisah antara yang regilious dan secular telah disatukan oleh Islam semenanjung Arab dengan ibukota Madinah dalam satu masyarakat madani.

3.      Islam Sebagai Tamaddun
Ketika Rasullah wafat, hakikat dan sifat Islam telah benar-benar dimengerti oleh para sahabat. Masyarakat madani yang telah dibangun kini bersedia untuk dikembangkan menjadi sebuah tamaddun dan peradaban dunia. Memang, dari akar kata madana ini lahir kata benda tamaddun yang secara literal berarti peradaban (civilization) yang berarti juga kota berlandaskan kebudayaan (city base culture) atau kebudayaan kota (culture of the city). Dikalangan penulis Arab, perkataan tamaddun digunakan-kalau tidak salah-untuk pertama kalinya oleh Jurji Zaydan dalam sebuah judul buku Tarikh al-tamaddun al-Islami ( Sejarah Peradaban Islam), terbit 1902-1906. Sejaka itu perkataan Tamaddun digunakan secara luas di kalangan umat Islam.
Didunia Melayu tamaddun digunakan untuk pengertian peradaban. Di Iran orang dengan sedikit berbeda menggunakan istilah tamaddun dan madaniyat. Namun di Turki orang dengan menggunakan akar madinah atau madana atau madaniyah menggunakan istilah medeniyet dan medeniyeti. Orang-orang Arab sendiri pada masa sekarang ini menggunakan kata hadharah untuk peradaban, namun kata tersebut tidak banyak diterima umat Islam non-Arab yang kebanyakan lebih menyukai istilah tamaddun. Di anak benua Indo-Pakistan tamaddun digunakan hanya untuk pengertian kultur, sedangkan peradaban menggunakan istilah tahdhib.
Apablia Islam kemudian memimpin kehidupan dunia selama seribu tahun lebih dengan berbagai pemerintahannya dari mulai Khalifah Rasyidah, Umayah,Andalusia,Abbasiyah, hingga Usmaniyah, tamaddun Islam telak mencorakkan dunia Timur dan Barat dengan kehidupan yang lebih seimbang antar sisi kerohanian dan sisi kebendaan dan materi. Pengaruh Islam didunia Timur sangat kentara sekali hingga ke hari ini. Semua negara arab, sebagian benua Afrika, India , Cina, dan hampir keseluruhan Indonesia dan kepulauan Nusantara menerima pengaruh Islam yang luar biasa.  Begitu juga di dunia Barat tamaddun Islam sempat menjadi jembatan antara peradaban Yunani dan peradaban Barat modern.
Ketika Islam menjadi peradaban dunia, segalanya yang muncul dari peradaban ini bisa disifati dengan sifat ‘Islam’. Ada ilmu Islam, hukum Islam, etika Islam, seni Islam, kebudayaan Islam, ekonomi Islam, peradaban Islam, dan lain-lain. Berbeda dengan agama-agama yang tidak sampai ke tingkat tamaddun, istilah-istilah seperti ilmu,hukum,etika,seni,kebudayaan, dan ekonomi ini agak janggal jika diberi kata sifat dengan nama agama-agama tersebut. Oleh sebab itu, kita hampir tidak mendengar istilah ‘ilmu Hindu’, ‘hukum Buddha’, etika yahudi,’seni kristen’, ‘ekonomi Majusi’, dan sebagainya. Selain itu, perdapan Islam bukan hanya wujud di dalam sejarah, bahkan sampai hari ini peradaban islam mulai bangkit kembali memberikan manfaatnya dalam kehidupan modren. Bukti bahwa tamaddun islam tidak pernah mati di zaman modren ini adalah dengan kemunculan institusi-institusi ekonomi islam yang penting seperti bank islam, asuransi islam, pasar modal islam dan sebagainya. Sekali lagi istilah-istilah itu tidak janggal dikaitkan dengan islam dalam kehidupan hari ini cobalah tukar kata sifat islam tersebut dengan agama lain, niscaya akan janggal kedengarannya. Islam sebagai tamddun bukanlah tandingan agama-agama selainnya. Sebenarnya yang menjadi tandingan dalam lawan islam adalah sistem sekuler yang menguasai hampir seluruh bidang kehidupan. Sekularisme bukan saja bertentangan dengan islam, tetapi juga menantang islam dan berusaha mewujudkan islam supaya ia tetap berada diruang sempit. Walaupun tamaddun islam pada hari ini berada ditahap yang lemah, namun ia tidak mati. Selagi din al-islam wujud dialam ini, selagi itu pula potensi tamaddun islam untuk kembali menjelmakan dirinya menjadi beradaban dunia akan selalu ada. Apa yang dikawatirkan oleh sebagian para pemikir barat akan munculnya clash of civilization, benturan beradaban, sebenarnya adalah ungkapan islam islamophobia dari para pengusung sekularisme yang tidak mau tunduk (istislam) dengan tamaddun islam yang mencintai perdamaian( salam ). Islam adalah din dan tamaddun, agam dan perdaban, akhirat dan dunia, surga dan kehidupan kota. Dari awal lagi islam telah dibangun oleh nabi yang terakhir untuk memimpin kehidupan manusia supaya seimbang antara rohani dan jasmaninya, agama dan negaranya, dunia dan akhiratnya. Ini semua telah terbukti dalam sejarah, dan akan sekali lagi membuktikan dirinya dimasa depan.
Tamaddun islam, walaupun berdasarkan din al-islam, memberikan kebebasan beragama, karena landasannya adalah la ikraha fiddin (tidak ada paksaan dalam beragama) (QS Al-baqarah [2]: 256) dan lakum dinukum waliyadin (QS Al-kafirun [109]:6). Peradaban islam mebenarkan rumah-rumah ibadah agama lain berdiri, menghormatinya dan mempertahankannya. “dan sekiranya allah tiada menolak (keganasan) sebagaian manusia dengan bagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara nasrani, gereja-gereja, rumh-rumah ibadah orang yahudi, dan masjid-masjid yang didalamnya banyak disebut nama Allah. “(QS Al-Hajj [22]: 40)”

B.    Karakteristik Islam
1. Karakteristik umum
a. Islam sebagai agama prophetic, revealed religion, mission religion, agama wahyu, agama  samawi, merupakan konstinuitas, penyempurnaan, dan penutup risalah para Nabi.
b.  Islam sebagai Din dan Tamaddun sekaligus, bersifat eternal, universal , mencakup semua sendi kehidupan manusia baik dimensi vertikal maupun horizontal.
c.   Islam adalah agama yang mengakui adanya pluralitas, keanekaragaman keyakinan, kepercayaan, agama, manusia.Sehingga islam mengakui eksistensi agama lain. Akan tetapi, Islam menolak paham pluralisme yang menganggap bahwa di dalam pluralitas agama terdapat hakikat yang sama, yakni sama-sama pasrah, patuh, dan tunduk sepenuhnya kepada Tuhan. Pluralisme adalah paham yang mengajarkan adanya kesadaran akan satu Tuhan, banyak jalan.Untuk menuju pada Tuhan yang satu, terdapat berbagai jalan. Islam melihat bahwa pasrah dan tunduk haris melalui cara yang ditentukan oleh Allah, yang dalam hal ini telah terangkum dalam Din Al-Islam. Segala bentuk kepatuhan kepada Tuhan, yang  tidak sesuai dengan cara-cara dalam Islam merupakan sebuah jalan yang sesat.
d.   Islam merupakan agama yang terbuka, bisa dikaji dari berbagai keilmuwan. Sehingga bagi umat Islam Al-Qur’an yang merupakan sumber utama ajaran Islam, merupakan sebuah grand theory, dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

2.     Karakteristik Khusus
a. Bidang Aqidah
1)   Akidah Islam adalah aqidah tauqifiyyah , artinya adalah akidah Islam dijelaskan secara terperinci. Mana perbuatan-perbuatan yang masuk dalam kategori tauhid dan syirik disebutkan secara jelas, tanpa ada sedikitpun yang tercecer.  Hal ini di sebabkan bahwa aqidah merupakan bagian yang terpenting dalam ajaran Islam.
2)   Akidah Islam adalah aqidah ghoibiyyah, artinya ajarannya berpangkal dari keyakinan dan kepercayaan terhadap adanya Allah, hal-hal yang bersifat ghaib, malaikat, dan hari akhir. Walaupun demikian, bukan berarti ajaran Islam tidak bisa dicerna oleh akal dan panca indra.
3)    Akidah Islam adalah aqidah syumuliyyah, artinya di dalam ajarannya terdapat integritas antara dimensi substansi dan aplikasi, teori dan praktik, ilmu, iman, dan amal. Di samping itu, akidah Islam memiliki persepsi yang integral tentang masalah-masalah kemanusiaan  universal seperti, Tuhan, manusia, dan alam.

b. Bidang Ibadah dan Mu’amalah
1) Islam tidak mengenal konsep dikotomis tentang ibadah. Ibadah dalam Islam meliputi semua segi kehiupan manusia, yang dibagi menjadi 2, yakni ibadah mahdhah dan ibadah ghairumahdhah. Ibadah mahdhah adalah  ibadah yang jenis dan tata cara pelaksanaannya telah di tentukan oleh Allah dan Rasul-Nya, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan lain-lain. Sedangkan ibadah ghairu mahdhah adalah mencakup semua aspek kehidupan manusia seperti, sosial, ekonomi, politik , ilmu pengetahuan dan teknik, seni, dan filsafat. Semua itu dapat bernilai ibadah apabila salam pelaksanaannya, diniati karena Allah, dilaksanakan sesuai dengan kententuan Allah dan Rasul-Nya,  dan tidak meninggalkan ibadah mahdhah.
2) Islam memandang ibadah merupakan konsekuensi tauhid, sehingga ibadah harus merupakan realisasi dari ketauhidan seseorang. Orang yang menyatakan bahwa Tuhan yang menciptakan dan memelihara alam semesta adalah Allah, konsekuensinya ia harus beribadah hanya kepada Allah.  Maka didalam Islam tauhid dibagi menjadi dua, yaitu tauhid teoretis (tauhid rububiyyah) dan tauhid praktis (tauhid uluhiyah). Tauhid teoretis tidak ada maknanya sama sekali tanpa diikuti oleh tauhid praktis. Orang yang percaya bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang menciptakan alam semesta beserta segala isinya, tidak akan ada maknanya kalau dia tidak beribadah.
3)  Konsep ibadah di dalam Islam bersifat hummanisme teosentris, artinya semua bentuk ibadah hanya di tujukan kepada Allah, tetapi manfaat atau hikmahnya untuk manusia sendiri. Misalnya, ibadah shalat hikmahnya harus bisa mencegah seseorang dari perbuatan keji dan mungkar. Ibadah puasa, harus bisa menumbuhkan solidaritas social, dan lain-lain. Intinya, peningkatan kualitas ibadah ritual seorang muslim , harus meningkatkan keshalihan sosial. Seorang dinyatakan memiliki kepalsuan dalam beragama, kalau tidak memilki kepedulian terhadap anak yatim dan tidak mau memberi makan kepda fakir miskin.

c. Bidang Akhlak
1)  Akhlak Islam adalah akhlak rabbaniyyah, artinya ia menjadikan ajaran Tuhan (Al-Qur’an dan Hadist)  sebagai sumber nilai untuk menetukan baik dan buruk. Ukuran baik buruk dalam akhlak Islam bukan berasal dari pemikiran seseorang atau adat istiadat suatu masyarakat, atau bagaimana yang menjadi ukuran baik dan buruk  dalam etika sekuler, akan tetapi dari Al-Qur’an dan Hadist. Dalam hal ini Fazlur Rahman ( 1989: 116) menyatakan bahwa Al-Qur’an pada dasarnya merupakan dokumen keagamaan dan etika.
2)  Akhlak Islam adalah akhlak insani, artinya ajaran-ajaran akhlak Islam sejalan dengan tuntutan fitrah manusia, meletakkan akal dan naluri sesuai dengan proporsi dan profesinya masing-masing.
3)  Akhlak Islam adalah akhlak universal yang mencakup semua aspek kehidupan manusia, baik mahluk  pribadi, social, maupun mahluk Tuhan.
4) Akhlak Islam adalah akhlak kesimbangan, yakni mengkhayalkan manusia sebagai malaikat yang suci dan manusia sebagai binatang (pada sifat keburukan).
5)  Akhlak Islam adalah akhlak realistik, di samping memiliki idealisme yang tinggi tetap memperhatikan bahwa manuisa adalah mahluk yang memiliki kelemahan, sehingga di dalam akhlak Islam terdapat rukhsah dan darurat.
6)  Akhlak Islam menjadikan iman sebagai sumber motivasi, artinya perbuatan harus dilaksanakan atas kesadaran keimanan terhadap Allah SWT.











BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Dengan menyelesaikan makalah islam sebagai din dan tamaddun ini maka saya dapat menyimpulkan bahwa islam merupakan agama yang paling diridahi Allah Swt. Islam adalah din dan tamaddun, agama dan peradaban, akhirat dan dunia, surga dan kehidupan kota.  Dan dengan karakteristik ajaran Islam yang demikian itu, maka sangatlah beralasan jika ada sebagian orang yang berpendapat bahwa Islam adalah sebagai jalan hidup yang terbaik (Islam is the best way of life). Dengan sifatnya yang demikian itu, maka tidak pula berlebihan jika ada sementara pendapat yang mengatakan, bahwa di masa depan Islam akan menjadi alternative utama dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Dengan mempelajari sifat dan karakteristik ajaran Islam yang demikian, maka seseorang dapat mengatakan, bahwa nilai-nilai ideal, universal dan unggul yang selama ini banyak dikemukakan para futurology dan pemikir kreatif, inovatif yang dikemukakan para pakar belakangan ini, sesungguhnya telah dikemukakan Islam selama lima belas abad yang lalu. Ketidaktahuan umat Islam terhadap nilai-nilai yang unggul tersebut sebagai akibat dari adanya pemahaman Islam yang terlepas dari visi, misi, dan tujuannya.

B.  Kritik dan Saran
Sebagai seorang Mahasiswi, Saya sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Karena kritik dan saran itu akan bermanfaat bagi saya untuk memperbaiki atau memperdalam kajian ini.






DAFTAR PUSTAKA

[1] Al-Qardhawi, Yusuf, terj. Rafi’ Munawar , 1994 , Karakteriktik Islam , Surabaya : Risalah Gusti.
[2]  Al-Qur’an dan Terjemahnya , Departemen Agam , 1985/1986.
[3]  Amin Syukur, Prof. Dr., HM., 1986, Kuliah Akhlak, Semarang: IAIN Walisongo.
[4]  Dr. H. Didiek Ahmad Supadie,  M.M, dkk., Pengantar Studi Islam, Rajawali Pers, Jakarta, 2015.
[5]   Fazlurrahman , 1989 , Islam , Bandung :  Pustaka.
[6]  M. Natrsir , Islam dan Kristen di Indonesia , Media Dakwah, Jakarta, t.th.
[7]  Michael H.Hart , 1992, the 100- A Ranking of the Most Influential Persons in History,  pertama kali terbit di New Jersey : Citadel Press.
 [8] H.S Habib Adnan, 2005, Pencarian Tiada Henti, Denpasar : Yayasan Habib Adnan.
 [9]  Tim Ahli Tauhid, 1998 , Kitab Tauhid 2, Jakarta: Daarul Haq.



semoga dapat membantu sahabat semua...................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar